Aku memejamkan mataku rapat-rapat. Air mata yang baru saja memenuhi sudut mataku lalu mengalir turun terasa sangat panas dan basah. Air mata itu membasahi pipiku.
Bajingan itu. Sialan. Aku ingin membunuhnya. Kumohon, aku ingin dia sekarat sepertiku!
Rasa benci yang begitu kuat memenuhi diriku bagai gelombang yang mengamuk. Namun, amarah dan air mataku selalu tak berdaya.
Mengetahui fakta itu dengan baik, aku langsung memilah perasaanku.
Mataku terbuka perlahan. Makan malam yang telah tertata di atas meja telah lenyap tanpa jejak.
Hanya roti lapis yang berserakan di lantai yang tersisa sebagai bukti kunjungannya.
Aku harus menyingkirkan ini dulu. Aku mengambil roti lapis di dalam kantong kertas dan mengelap lantai yang kotor dengan kain basah. Untung saja roti lapis itu tidak diberi saus.
Aku mengganti pakaianku, mengusap mataku yang lelah, dan mengambil buku sihir yang telah kutaruh sembarangan di meja rias.
"Ah."
Saat itulah aku baru ingat bahwa membersihkan kekacauan itu bisa dilakukan dengan sihir. Itu membuatku merasa sedikit sedih.
Aku menaruh bantal di belakang punggungku dan duduk di tempat tidur. Kemudian, aku menyalakan lampu secukupnya untuk membaca buku dan menatap langit-langit sebentar.
“Ini baru hari pertama.”
Hari pertama di Valhalla begitu padat. Rasa lelah yang luar biasa membebani seluruh tubuhku. Aku ingin berbaring dan tertidur seolah-olah aku mengabaikan kenyataan, lalu membuka mataku dan berharap semuanya hanya mimpi.
“Itu tidak mungkin terjadi” gumamku dengan nada sinis yang mencengangkan.
Aku menghela napas panjang, seperti memuntahkan racun yang memenuhi hatiku. Tak lama kemudian, suara kertas yang dibalik mengisi keheningan.
Tempat ini adalah permainan dari Bumi yang membebaskanku dari kenyataan untuk sementara waktu.
Sihir memainkan perannya di sini. Aku sangat berterima kasih atas hukuman yang diberikan Profesor Ilya kepadaku.
Karena aku benar-benar ingin melupakan kenyataan ini sekarang juga.
* * *
6. Damian
Tok, tok.
“Nona, apa anda sudah bangun?”
Aku membuka mataku dengan tergesa-gesa mendengar suara dari luar pintu. Melihat matahari bersinar, sepertinya hari sudah pagi. Aku ingat membaca buku itu sampai fajar menyingsing. Setelah itu, aku sepertinya tertidur.
“Ah… Pada akhirnya, aku tidak bisa membaca semuanya.”
Aku mendesah saat melihat buku terakhir yang tidak bisa kuselesaikan. Kurasa aku tidak akan bisa membaca semuanya sampai kuliah hari ini.
Kalau profesor yang menyuruhku membaca semua buku itu hanya seorang profesor, aku akan menundukkan kepala, dan berpura-pura menyesal seolah-olah aku benar-benar berusaha. Namun, sayangnya, profesor yang menyuruhku melakukan itu adalah seorang archdemon (iblis agung).
Dia tidak akan membunuhku karena tidak membaca buku, kan?
“Masuklah, Eloise.”
Eloise memasuki ruangan sambil membawa nampan berisi sarapan. Aku duduk di meja dengan wajah acak-acakan dan menyantap sarapan.
Aku sangat lapar hingga aku memasukkan roti manis dan mentega ke dalam mulutku, tetapi sebenarnya aku ingin sekali menyantap sup kimchi pedas. Namun, aku tidak berani memasaknya sendiri.
Membuatnya adalah tantangan yang terus-menerus, tetapi alasan mengapa aku tidak berani memasaknya sendiri adalah karena catatan luar biasa tentang diriku yang melahirkan makanan aneh yang tidak bisa dimakan.
Maksudku, apa salahnya memasak dengan pendekatan matematika? Aku lahir di negara yang budaya pesan-antarnya sudah berkembang, dan aku tidak tahu betapa beruntungnya negara itu.
Setelah makan dan mandi, aku berganti pakaian dengan seragam sekolah baru yang dibawakan Eloise. Eloise yang membantu mengganti pakaian berkata dengan kesal,
“Menurutku seragam sekolah adalah budaya yang sangat tidak beradab. Saat Nona masih di kediaman Duke, Nona bahkan mengganti pakaian setidaknya dua kali sehari.”
Eloise adalah putri dari pengikut keluargaku, jadi dia juga seorang bangsawan. Oleh karena itu, seragam yang tidak dibedakan antara pakaian pagi dan sore mengecewakannya.
Kelihatannya sama, tetapi ada sepuluh seragam sekolah lagi… Butuh waktu untuk mencuci dan menyetrikanya, jadi kamu harus punya setidaknya 10 seragam agar pakaianmu tetap terlihat baru sepanjang waktu. Lagipula, aku hanya memakainya selama satu semester.
Aku mengangkat bahu. "Aku suka."
Waktu aku masih kuliah, aku ingin memakai seragam sekolah. Betapa nyamannya diriku tidak perlu khawatir tentang apa yang harus dikenakan setiap hari.
Aku mengenakan seragam sekolah dengan perasaan menjadi wanita bangsawan, lalu memasukkan buku-buku sihir ke dalam tasku.
Buku terakhir yang baru kubaca di awal akan kubaca dalam perjalananku ke gedung utama, jadi aku memegangnya.
Saat itu, Eloise mengeluarkan sebuah kotak perhiasan yang cantik.
“Nona, Anda belum memakai bros itu.”
Di dalamnya, ada bros kupu-kupu perak, yang berarti kau adalah bagian dari Clybe. Aku menggelengkan kepala.
“Singkirkan bros ini. Aku tidak akan memakainya di masa mendatang.”
Eloise terdiam dengan mata terkejut. Jika Raul melihat Theresa memakai bros itu, dia pasti akan langsung mengambilnya dan menghancurkannya, itu sebabnya Theresa tidak memakainya di kediaman Duke.
Pasti sangat mengejutkan mendengar Theresa tidak mau memakai sesuatu yang selalu dikenakannya hingga hari ini.
Eloise menjawab dengan ekspresi gembira,
"Saya akan melakukan apa yang anda katakan."
Betapa gilanya Theresa menjadi ketua klub penggemar karena dia tidak diizinkan untuk menyukai penerus keluarga musuhnya? Meskipun itu hanya latar belakang game.
Begitu aku meninggalkan asrama, aku menghela nafas dalam perjalanan ke gedung utama Valhalla. Itu karena aku tiba-tiba teringat misi. Untuk bergabung dengan BEM...
Tidak hanya Clyde di BEM, tetapi juga Damian, wakil presiden BEM. Itu membuatku pusing.
Mari kita padamkan api yang mendesak itu terlebih dahulu. Api yang mendesak itu adalah membaca buku-buku sihir yang dipinjamkan oleh Profesor Ilya.
Itu terjadi ketika aku berjalan dengan mataku tertuju pada bukuku karena kupikir aku harus segera menyelesaikannya.
Buk!
Jika kau berjalan tanpa melihat lurus, kau akan mengalami kecelakaan. Dahiku terbentur dinding batu. Tidak, kupikir itu dinding batu.
“…Uh.”
“…Ah.”
Itu Damian yang kutabrak.
[Konstelasi ‘Romance Pass’ menyukai perkembangan ini.]
[Konstelasi ‘Aku benci romansa’ membenci perkembangan ini.]
Aku menabraknya lagi. Kemarin, Damian menabrakku, dan hari ini aku menabrak Damian. Jadi, apakah kita seri?
Aku segera memeriksa tingkat kesukaan Damian.
[Kesukaan: 🖤🖤🤍🤍🤍]
… Uh? Kemarin jelas hanya ada satu hati hitam! Kenapa bisa bertambah menjadi dua hanya dalam sehari?!
[Konstelasi ‘Aku benci romansa’ menyukai perkembangan ini.]
[Konstelasi ‘Romance Pass’ membenci perkembangan ini.]
Apa kemarin aku salah karena kabur? Semua sudah terjadi. Cara untuk menghilangkannya... Aku tidak tahu. Sebaiknya kita minta maaf saja karena menabraknya sebelum hati hitamnya bertambah menjadi tiga.
“Maaf. Aku tidak tahu ada orang di depanku karena aku sedang membaca buku.”
Damian juga sedikit mengernyit seolah tidak menyangka akan melihatku sejak pagi, dan menggelengkan kepalanya dengan wajah penuh permintaan maaf.
“Tidak, seharusnya aku berhati-hati.”
Bagaimana kau bisa berhati-hati agar tidak membiarkan orang di belakangmu menabrakmu? Ah. Kalau itu dia, itu mungkin.
Seorang wakil ketua BEM yang pekerjaan utamanya menjadi seorang mahasiswa dan pekerjaan sampingannya adalah seorang pembunuh. Ketika aku membuatnya menjadi sebuah game, kupikir dualitas Damian adalah daya tariknya. Tapi siapa yang tahu itu poin kematian.
Kenapa tidak ada protagonis pria biasa di <God’s Play>? Kalau aku tahu aku akan dirasuki seperti ini, aku akan membuat protagonis pria yang lebih umum, yang dicintai dalam keluarga bahagia dan memiliki kepribadian yang lembut. Sialan.
Aku tersenyum canggung.
“Itu karena aku menabrakmu dari belakang. Apa kau terluka?”
“Aku baik-baik saja, tapi dahimu merah, Theresa.”
Damian mengulurkan tangannya ke dahiku dengan ekspresi khawatir di wajahnya. Swish. Aku menarik kepalaku ke belakang tanpa sadar.
“…”
“…”
Kami tampak terkejut pada saat yang sama dan keheningan yang canggung pun terjadi.
Ini semua karena iblis itu, Ozworld. Aku terpaksa mengabaikan kenangan buruk kemarin. Namun, sulit untuk tersenyum, jadi aku bergumam dengan wajah tegas.
"Kau tidak perlu khawatir karena tidak sakit... Kalau begitu, selamat tinggal."
Asrama yang digunakan oleh rakyat biasa dan bangsawan berbeda, tetapi mereka berada di lokasi yang sama, jadi mereka menggunakan jalan yang sama menuju gedung utama.
Karena itu, meskipun aku mengucapkan selamat tinggal, kami harus berjalan berdampingan di jalan yang sama pada akhirnya.
Namun, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, dan aku harus membaca buku. Damian tidak mau repot-repot berbicara denganku saat aku kembali menundukkan pandanganku ke buku.
Hari masih pagi, jadi tidak ada orang lain dalam perjalanan ke sekolah. Suara langkah kaki kami, suara kertas yang dibalik, dan suara kicauan burung memenuhi keheningan. Yah, suasananya terlalu damai untuk situasi yang damai.
“… Hooaam.”
Sampai-sampai rasa kantukku meluap.
Sambil menyeka air mata dari mataku, aku merasa frustrasi. Aku tidak bisa berkonsentrasi karena aku mengantuk.
Tetap saja, kupikir aku tidur selama satu jam, tetapi mungkin karena aku membaca buku, rasa kantuk yang hebat terus mengaburkan pandanganku.
Aku terbiasa begadang sepanjang malam. Awalnya, pengembang dan begadang adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Namun, hal itu hanya dapat dicapai jika keduanya disertai dengan minuman berkafein tinggi yang disebut minuman berenergi.
Mengerjakan tugas di negeri yang gersang ini agak berat… Aku perlu minum kopi di pagi hari.
Membayangkan es kopi, ramuan orang-orang modern, membuatku sangat menginginkannya.
“Aku tidak tahu apa aku punya waktu untuk minum kopi…”
Selain diriku, pasti ada mahasiswa yang pergi ke kafe di pagi hari, dan dalam pandangan dunia ini, kopi tidak mungkin disajikan dengan sangat cepat seperti zaman modern. Dan yang terpenting, kafe adalah tempat seperti tempat persembunyian bagi para profesor.
Sering kali ada acara di mana kau bertemu Profesor Ilya di kafe sekolah. Aku belum membaca semua buku, tetapi aku tidak ingin bertemu Profesor Ilya. Tidak, aku tidak hanya ingin bertemu profesor itu...
Damian, yang kemudian mendengar gumamanku, memberikan saran yang tidak terduga.
"Kopi, apa kamu ingin aku membuatnya untukmu?"
Comments Box